[Pesantren][bsummary]

CORETAN SANTRI

[Coretan Santri][bsummary]

PENA ABUYA

[Pena Abuya][bigposts]

PENA ABUYA

[Pena Abuya][twocolumns]

CORETAN SANTRI

[Coretan Santri][twocolumns]

SANTRI

[Santri][bsummary]

ALUMNI

[Alumni][bsummary]

Abuya; Sebuah Memoar Hari Guru.


Setiap tanggal 25 November, masyarakat indonesia memperingati hari tersebut sebagai Hari Guru Nasional. Momentum hari ini dijadikan sebagai titik ingat atau memoar hubungan kehidupan manusia dengan gurunya.

Dari berbagai lembaga pendidikan baik formal maupun non formal selalu memperingati Hari Guru. Salah satu bentuk untuk memperingatinya ialah dengan menundukkan kepala sejenak, bersama mengingat kembali jasa-jasa guru yang telah diberikan kepada kita guna meraih masa depan. 

Sehingga sangatlah wajib untuk kita menghormati dan senantiasa mendoakan agar senantiasa diberi kemuliaan dan keberkahan sebagai bentuk rasa syukur atas hadirnya beliau di dalam kehidupan.

Guru, dalam dunia pesantren merupakan pemegang penuh entitas keberlangsungan hidup. Sebagaimana hadis yang berbunyi

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.

Maka, menjadi santri seperti kami adalah suatu kenikmatan tersendiri. Bisa ngangsu kaweruh kepada sosok guru. Guru yang murabby benar-benar kompeten dalam mendidik.

Catatan kenapa kami para santri memanggil guru kami dengan panggilan Abuya? Alasannya ialah beliau bukan hanya sosok yang mengajarkan keilmuan, masuk ke kelas kemudian mentransfer wawasan. 

Sebagaimana term Abuya memiliki makna ayah, maka kedudukan beliau layaknya seperti ayah. Dari tindak tanduk beliau bagi kami adalah teladan pendidikan.

Dalam kitab Al-Minhaj As-Sawi karangan Habib Zein bin Sumaith tertulis

آبَآؤُكَ ثَلاَثَةٌ: أَبُوْكَ الَّذِيْ وَلَدَكَ، وَالَّذِيْ زَوَّجَكَ ابْنَتَهُ، وَالَّذِيْ عَلَّمَكَ وَهُوَ أَفْضَلُهُمْ ( المنهج السوي، ص .٢١٨)

Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwasanya orang tua ada tiga; yang pertama ialah yang melahirkanmu ke dunia, yang kedua ialah mertuamu dan yang paling utama adalah gurumu.
Mungkin sesekali beliau pernah duko (marah) namun sama sekali tidak mencekik karakter santri, karena pada dasarnya beliau memandang putra didik dengan pandangan rahmah (kasih sayang). Mungkin juga sewaktu-waktu bersikap keras tapi lebih ke bentuk pengayoman.

Sebagai penghujung, mudah-mudahan tarbiyah atau pendidikan dari Abuya akan tetan kami terima, sebagaimana beliau sering ngendikan ketika menceritakan Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki;
حتى الآن يربني

Sampai sekarang, Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki mendidik saya. Yang dimaksud ialah sekalipun Abuya Al-Maliki sudah wafat, beliau tetap memberi didikan kepada guru kami; Abuya KH. Mahfudz Syaubari.

Kami juga berharap demikian, Abuya sudah tidak lagi berada dihadapan. Tapi semua dari kami tetap mengharapkan isyarah dan irsyadat dari beliau. 


No comments:

Post a Comment